Senin, 11 Juni 2012

Tulisan ilmu budaya dasar

Membentuk karakter anak sejak dini


     Hallo teman - teman pada kesempatan kali ini saya akan membahas topik mengenai membentu karakter anak sejak dini. Saya memilih tema ini karena pada jaman sekarang ini sangat penting untuk seseorang memilih karakter yang baik sejak masih kecil. Pada usia dini 0-6 tahun, otak berkembang sangat pesat hingga 80%. Pada usia tersebut, otak menerima dan menyerap berbagai informasi, tidak melihat baik dan buruk. Itulah masa dimana perkembangan fisik, mental maupun spiritual anak akan mulai terbentuk. Karena itu, banyak yg menyebut masa tersebut sebagai masa emas anak (golden age). Orangtua hendaknya memanfaatkan masa emas anak untuk memberikan pendidikan karakter yg baik bagi anak. Sehingga anak bisa meraih kesuksesan dalam kehidupannya di masa datang.

“ Saya berharap selalu memiliki kekuatan dan kebajikan yang cukup untuk mempertahankan apa yang saya anggap paling berharga, yaitu karakter dari seorang yang jujur”. (George Washington)  
 
     Karakter adalah sebuah kata yang tidak ada artinya jika tidak dihubungkan dengan manusia. Gordon Allport mendefinisikan karakter manusia sebagai kumpulan atau kristalisasi dari kebiasan-kebiasaan seorang individu. Sedangkan Chaplin mendefinisikannya sebagai kualitas kepribadian yang berulang secara tetap dalam seorang individu. Dari sudut proses pembentukkannya ada ahli yang mengatakan bahwa karakter manusia itu adalah turunan (hereditas), sebagian lain lagi mengatakan lingkungan yang membentuk karakter kepribadian seseorang. Kita tidak mempersalahkan ataupun membenarkan salah satu pandangan di atas. Yang pasti kedua faktor di atas sangat berperan di dalam pembentukan karakter kepribadian seorang manusia. Tapi yang paling penting untuk diperhatikan adalah bahwa kebiasaan manusia setiap hari itulah yang akan membentuk karakter seorang manusia. 

     Periode yang paling efektif untuk membentuk karakter anak adalah sebelum usia 10 tahun. Diharapkan pembentukan karakter pada periode ini akan memiliki dampak yang akan bertahan lama terhadap pembentukan moral anak. Efek berkelanjutan (multilier effect) dari pembentukan karakter positif anak akan dapat terlihat, seperti yang digambarkan oleh Jan Wallander, “Kemampuan sosial dan emosi pada masa anak-anak akan mengurangi perilaku yang beresiko, seperti konsumsi alkohol yang merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan sepanjang masa; perkembangan emosi dan sosial pada anak-anak juga dapat meningkatkan kesehatan manusia selama hidupnya, misalnya reaksi terhadap tekanan (stress), yang akan berdampak langsung pada proses penyakit; kemampuan emosi dan sosial yang tinggi pada orang dewasa yang memiliki penyakit dapat membantu meningkatkan perkembangan fisiknya.”

     Wajar saja jika kita mengharapkan keluarga sebagai pelaku utama dalam mendidik atau membentuk dasar–dasar moral pada anak. Akan tetapi banyak anak, terutama anak-anak yang tinggal di daerah miskin, tidak memperoleh pendidikan moral dari orang tua mereka. Kondisi sosial-ekonomi yang rendah berkaitan dengan berbagai permasalahan, seperti kemiskinan, pengangguran, tingkat pendidikan rendah, kehidupan bersosial yang rendah, biasanya berkaitan juga dengan tingkat stres yang tinggi dan lebih jauh lagi berpengaruh terhadap pola asuhnya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di daerah miskin 11 kali lebih tinggi dalam menerima perilaku negatif (seperti kekerasan fisik dan mental, dan ditelantarkan) daripada anak-anak dari keluarga yang berpendapatan lebih tinggi.

     Banyak hasil studi menunjukkan bahwa anak-anak yang telah mendapat pendidikan pra-sekolah mempunyai kemampuan yang lebih tinggi daripada anak-anak yang tidak masuk ke TK, terutama dalam kemampuan akademik, kreativitas, inisiatif, motivasi, dan kemampuan sosialnya. Anak-anak yang tidak mampu masuk ke TK umumnya akan mendaftar ke SD dalam usia sangat muda, yaitu 5 tahun. Hal ini akan membahayakan, karena mereka belum siap secara mental dan psikologis, sehingga dapat membuat mereka merasa tidak mampu, rendah diri, dan dapat membunuh kecintaan mereka untuk belajar.

 Dorothy Law Nolte pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya. Lengkapnya adalah :

Jika anak dibesarkan dengan celaan,
ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,
ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
ia belajar menyeasali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi,
ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian,
ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan,
ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman,
ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan,
ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan

Anak Perempuan
Ketika seorang anak perempuan diam, berjuta-juta hal berada dalam fikirannya.
Ketika anak perempuan tidak membantah, dia sedang berfikir sangat dalam.
Ketika anak perempuan memandang dengan mata penuh tanya, dia ingin tahu berapa lama kita akan menemani.
Ketika anak perempuan menjawab “Saya baik-baik saja” setelah beberapa saat, tidaklah semuanya baik-baik saja.
Ketika anak perempuan memandang tajam, dia ingin tahu kenapa kita berbohong.
Ketika anak perempuan bersandar ke dada, dia berharap kita menjadi miliknya selamanya.

Anak Laki-laki
Ketika seorang anak laki-laki diam, dia tidak punya sesuatu yang ingin dikatakan.
Ketika anak laki-laki tidak membantah, dia dalam kondisi yang tidak ingin membantah.
Ketika anak laki-laki memandang dengan mata penuh tanya, dia benar-benar sedang kebingungan.
Ketika anak laki-laki menjawab “Saya baik-baik saja” setelah beberapa saat, semuanya adalah baik-baik saja.
Ketika anak laki-laki memandang tajam, dia sedang heran atau marah.
Ketika anak laki-laki tidur dipangkuan, dia berharap kita menjadi miliknya selamanya.

Lalu, bagaimana cara membangun karakter anak sejak usia dini?
Tumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini, salah satunya dengan cara memberikan kepercayaan pada anak untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, membantu anak mengarahkan potensinya sehingga mereka mampu mengeksplorasi dengan sendirinya, tidak menekannya baik secara langsung atau secara halus dan seterusnya. Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar, tapi tetap harus dipilihkan lingkungan yg baik. Dan yg paling penting adalah bangun hubungan spiritual dengan Sang Maha Pencipta.

sumber : http://salamahazhar.wordpress.com/2010/01/08/pentingnya-membangun-karakter-anak-sejak-usia-dini/

Tugas 9 Ilmu Budaya Dasar

 

MANUSIA DAN HARAPAN

PENGERTIAN HARAPAN  

 

A. Harapan

Setiap manusia pasti mempunyai harapan. Manusia yang tidak mempunyai harapan adalah manusia yang tidak memiliki tujuan hidup atau manusia itu mati dalam hidup. Kata Harapan ini mengandung makna yang sama dengan kebutuhan manusia. Yang mana setiap manusia ingin sesuatu yang diinginkannya, dalam buku Ilmu Sosial Dasar menyebutkan bahwa kebutuhan manusia itu terdiri atas :
1. kelangsugnan hidup
2. keamanan
3. hak dan kewajiban mencintai dan dicintai
4. diakui lingkungan
5. perwujudan cita-cita

B. Harapan atau cita - cita
Harapan atau cita – cita semua itu hampir sama. Namun berbeda pengertian. Dalam Ilmu Budaya Dasar mengatakan harapan mengandung pengertian tidak terlalu muluk, sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintang. Kita tahu bahwa harapan adalah sesuatu yang perlu kita capai meskipun tidak terlalu di utamakan (tidak terlalu muluk), namun pada hakekatnya setiap manusia mempunyai harapan. Manusia yang tanpa harapan berarti manusia itu mati dalam hidup. Begitu juga dengan cita – cita, setiap manusia pasti memiliki cita – cita sejak ia kecil, cita – cita merupakan sebuah harapan dimasa depan (belum terwujud).

C. Apa sebab manusia mempunyai harapan?
Menurut kodaratnya, manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak luput dari pergaulan hidup. Maka manusia tidak dapat yang namanya hidup sendiri, perlu interksi sosial dan saling membutuhkan satu sama lain
Dua hal yang mendorong manusia bergaul dengan manusia lain yaitu:

1. Dorongan kodrat
Kodrat adalah sifat, keadaan, atau pembawaan alamiah yang sudah terjelma dalam diri manusia sejak manusia itu diciptakan Tuhan. Dorongan kodrat menyebabkan manusia mempunyai keinginan atau harapan, misalnya menangis, tertawa, dan sebagainya. Dalam diri manusia masing – masing sudah terjelma sifat, kodrat pembawaan dan kemampuan manusia untuk bergaul, hidup bermasyarakat, dan hidup bersama manusia lainnya. Dengan kodrat inilah manusia mempunyai dorongan untuk memiliki harapan.

2. Dorongan kebutuhan hidup
Kebutuhan hidup secara garis besar dapat dibedakan menjadi kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Kebutuhan jasmani misalnya makan dan minum. Kebutuhan rohani misalnya ketenangan.
Dengan adanya dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup maka manusia mempunyai harapan. Pada hakikatnya harapan adalah keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menurut Abrahan Maslow, sesuai dengan kodratnya, harapan manusia atau kebutuhan manusia itu ialah:

a. Kelangsungan hidup (survival)
untuk melangsungkan hidupnya, manusia membutuhkan sandang, pangan, dan papan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, manusia sejak kecil telah mulai belajar. Dengan pengetahuan yang tinggi, harapan memperoleh sandang, pangan, dan papan yang layak akan terpenuhi.

b. Keamanan
Setiap orang membutuhkan keamanan. Rasa aman tidak harus diwujudkan dengan perlindungan yang nampak, secara moral pun orang lain dapat memberi rasa aman. Dalam hal ini agama sering merupakan cara memperoleh keamanan moril bagi pemiliknya.

c. Hak dan kewajiban mencintai dan dicintai
Tiap orang mempunyai hak dan kewajiban. Bila seseorang telah beranjak dewasa, maka ia merasa bahwa dirinya sudah dewasa, sehingga waktunya untulk mempunyai harapan untuk dicintai dan mencintai. Pada usia remaja, biasanya terjadi konflik batin pada dirinya dengan pihak orang tua. Sebab umumnya remaja mulai menentang sifat-sifat orang tua yang dianggap tidak sesuai dengan alamnya.

d. Perwujudan cita-cita
Selanjutnya manusia berharap diakui keberadaannya sesuai dengan keahliannya, pangkat, atau profesinya. Pada saat itu manusia mengembangkan bakat atau kepandainnya agar diakui kehebatannya. 

D. Pengertian Kepercayaan
Kepercayaan berasal dari kata percaya. Artinya mengakui atau menyakini akan kebenaran. Kepercayaan berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan akan suatu kebenaran. Dasar kepercayaan adalah kebenaran, sumber kebenaran adalah manusia. Kepercayaan dapat dibedakan atas:
1. Kepercayaan pada diri sendiri
Kepercayaan kepada diri sendiri itu harus ditanamkan kepada diri setiap manusia. Kepercaya pada diri sendiri pada hakekatnya adalah percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa karena apa yang semua terjadi kepada manusia tidak lepas dari campur tangan Tuhan.
2. Kepercayaan kepada orang lain
Kepercayaan kepada orang lain sudah tentu percaya terhadap kata hatinya, perbuatan yang sesuai dengan kata hati, atau terhadap kebenarannya.

    3. Kepercayaan kepada pemerintah
Manusia sebagai warga negara percaya kepada pemerintah. Misalnya jangan sedikit-sedikit langsung menolak dan langsung tidak setuju kepada keputusan pemerintah. Yakinlah bahwa pemerintah juga punya pertimbangan-pertimbangan agar rakyatnya sejahtera.

    4. Kepercayaan kepada Tuhan
Keberadaan manusia bukan dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan berarti keyakinan dan pengakuan kebenaran. Kepercayaan itu amat penting, karena merupaka tali kuat yang dapat menghubungkan rasa manusia dengan Tuhannya. Kepercayaan atau pengakuan akan adanya zat Yang Maha Tinggi yang menciptakan alam semesta dan isinya merupakan konsekuensi tiap-tiap umat beragama dalam melakukan pemujaan kepada zat tersebut.

E. Kebenaran
Kebenaran atau benar amat penting bagi manusia. Dalam tingkah laku, ucapan, perbuatan, manusia  selalu berhati-hati agar mereka tidak menyimpang dari kebenaran. Manusia sadar jika mereka  menyimpang dari kebenaran dalam hal-hal tersebut, dapat mencemarkan namanya. Kebenaran atau benar merupakan kunci kebahagiaan manusia. Itulah sebabnya manusia selalu berusaha mencari, mempertahankan, memperjuangkan kebenaran.

sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/04/manusia-dan-harapan-13/