Membentuk karakter anak sejak dini
Hallo teman - teman pada kesempatan kali ini saya akan membahas topik mengenai membentu karakter anak sejak dini. Saya memilih tema ini karena pada jaman sekarang ini sangat penting untuk seseorang memilih karakter yang baik sejak masih kecil. Pada usia dini 0-6 tahun, otak berkembang sangat pesat hingga 80%. Pada
usia tersebut, otak menerima dan menyerap berbagai informasi, tidak
melihat baik dan buruk. Itulah masa dimana perkembangan fisik, mental
maupun spiritual anak akan mulai terbentuk. Karena itu, banyak yg
menyebut masa tersebut sebagai masa emas anak (golden age).
Orangtua hendaknya memanfaatkan masa emas anak untuk memberikan
pendidikan karakter yg baik bagi anak. Sehingga anak bisa meraih
kesuksesan dalam kehidupannya di masa datang.
“ Saya berharap selalu memiliki kekuatan dan kebajikan yang cukup
untuk mempertahankan apa yang saya anggap paling berharga, yaitu
karakter dari seorang yang jujur”. (George Washington)
Karakter adalah sebuah kata yang tidak ada artinya jika tidak
dihubungkan dengan manusia. Gordon Allport mendefinisikan karakter
manusia sebagai kumpulan atau kristalisasi dari kebiasan-kebiasaan
seorang individu. Sedangkan Chaplin mendefinisikannya sebagai kualitas
kepribadian yang berulang secara tetap dalam seorang individu. Dari
sudut proses pembentukkannya ada ahli yang mengatakan bahwa karakter
manusia itu adalah turunan (hereditas), sebagian lain lagi mengatakan
lingkungan yang membentuk karakter kepribadian seseorang. Kita tidak
mempersalahkan ataupun membenarkan salah satu pandangan di atas. Yang
pasti kedua faktor di atas sangat berperan di dalam pembentukan karakter
kepribadian seorang manusia. Tapi yang paling penting untuk
diperhatikan adalah bahwa kebiasaan manusia setiap hari itulah yang akan
membentuk karakter seorang manusia.
Periode yang paling efektif untuk membentuk karakter anak
adalah sebelum usia 10 tahun. Diharapkan pembentukan karakter pada
periode ini akan memiliki dampak yang akan bertahan lama terhadap
pembentukan moral anak. Efek berkelanjutan (multilier effect) dari
pembentukan karakter positif anak akan dapat terlihat, seperti yang
digambarkan oleh Jan Wallander, “Kemampuan sosial dan emosi pada masa
anak-anak akan mengurangi perilaku yang beresiko, seperti konsumsi
alkohol yang merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan
sepanjang masa; perkembangan emosi dan sosial pada anak-anak juga dapat
meningkatkan kesehatan manusia selama hidupnya, misalnya reaksi terhadap
tekanan (stress), yang akan berdampak langsung pada proses penyakit;
kemampuan emosi dan sosial yang tinggi pada orang dewasa yang memiliki
penyakit dapat membantu meningkatkan perkembangan fisiknya.”
Wajar saja jika kita mengharapkan keluarga sebagai pelaku utama dalam
mendidik atau membentuk dasar–dasar moral pada anak. Akan tetapi banyak anak, terutama
anak-anak yang tinggal di daerah miskin, tidak memperoleh pendidikan
moral dari orang tua mereka. Kondisi sosial-ekonomi yang rendah
berkaitan dengan berbagai permasalahan, seperti kemiskinan,
pengangguran, tingkat pendidikan rendah, kehidupan bersosial yang
rendah, biasanya berkaitan juga dengan tingkat stres yang tinggi dan
lebih jauh lagi berpengaruh terhadap pola asuhnya. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di daerah miskin 11 kali lebih
tinggi dalam menerima perilaku negatif (seperti kekerasan fisik dan
mental, dan ditelantarkan) daripada anak-anak dari keluarga yang
berpendapatan lebih tinggi.
Banyak hasil studi menunjukkan bahwa anak-anak yang telah mendapat
pendidikan pra-sekolah mempunyai kemampuan yang lebih tinggi daripada
anak-anak yang tidak masuk ke TK, terutama dalam kemampuan akademik,
kreativitas, inisiatif, motivasi, dan kemampuan sosialnya. Anak-anak
yang tidak mampu masuk ke TK umumnya akan mendaftar ke SD dalam usia
sangat muda, yaitu 5 tahun. Hal ini akan membahayakan, karena mereka
belum siap secara mental dan psikologis, sehingga dapat membuat mereka
merasa tidak mampu, rendah diri, dan dapat membunuh kecintaan mereka
untuk belajar.
Dorothy Law Nolte pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya. Lengkapnya adalah :
Jika anak dibesarkan dengan celaan,
ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,
ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,
ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,
ia belajar menyeasali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi,
ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian,
ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan,
ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman,
ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan,
ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,
ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Anak Perempuan
Ketika seorang anak perempuan diam, berjuta-juta hal berada dalam fikirannya.
Ketika anak perempuan tidak membantah, dia sedang berfikir sangat dalam.
Ketika anak perempuan memandang dengan mata penuh tanya, dia ingin tahu berapa lama kita akan menemani.
Ketika anak perempuan menjawab “Saya baik-baik saja” setelah beberapa saat, tidaklah semuanya baik-baik saja.
Ketika anak perempuan memandang tajam, dia ingin tahu kenapa kita berbohong.
Ketika anak perempuan bersandar ke dada, dia berharap kita menjadi miliknya selamanya.
Ketika anak perempuan tidak membantah, dia sedang berfikir sangat dalam.
Ketika anak perempuan memandang dengan mata penuh tanya, dia ingin tahu berapa lama kita akan menemani.
Ketika anak perempuan menjawab “Saya baik-baik saja” setelah beberapa saat, tidaklah semuanya baik-baik saja.
Ketika anak perempuan memandang tajam, dia ingin tahu kenapa kita berbohong.
Ketika anak perempuan bersandar ke dada, dia berharap kita menjadi miliknya selamanya.
Anak Laki-laki
Ketika seorang anak laki-laki diam, dia tidak punya sesuatu yang ingin dikatakan.
Ketika anak laki-laki tidak membantah, dia dalam kondisi yang tidak ingin membantah.
Ketika anak laki-laki memandang dengan mata penuh tanya, dia benar-benar sedang kebingungan.
Ketika anak laki-laki menjawab “Saya baik-baik saja” setelah beberapa saat, semuanya adalah baik-baik saja.
Ketika anak laki-laki memandang tajam, dia sedang heran atau marah.
Ketika anak laki-laki tidur dipangkuan, dia berharap kita menjadi miliknya selamanya.
Ketika anak laki-laki tidak membantah, dia dalam kondisi yang tidak ingin membantah.
Ketika anak laki-laki memandang dengan mata penuh tanya, dia benar-benar sedang kebingungan.
Ketika anak laki-laki menjawab “Saya baik-baik saja” setelah beberapa saat, semuanya adalah baik-baik saja.
Ketika anak laki-laki memandang tajam, dia sedang heran atau marah.
Ketika anak laki-laki tidur dipangkuan, dia berharap kita menjadi miliknya selamanya.
Lalu, bagaimana cara membangun karakter anak sejak usia dini?
Tumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini, salah satunya dengan cara memberikan kepercayaan pada anak untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, membantu anak mengarahkan potensinya sehingga mereka mampu mengeksplorasi dengan sendirinya, tidak menekannya baik secara langsung atau secara halus dan seterusnya. Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar, tapi tetap harus dipilihkan lingkungan yg baik. Dan yg paling penting adalah bangun hubungan spiritual dengan Sang Maha Pencipta.
Tumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini, salah satunya dengan cara memberikan kepercayaan pada anak untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, membantu anak mengarahkan potensinya sehingga mereka mampu mengeksplorasi dengan sendirinya, tidak menekannya baik secara langsung atau secara halus dan seterusnya. Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar, tapi tetap harus dipilihkan lingkungan yg baik. Dan yg paling penting adalah bangun hubungan spiritual dengan Sang Maha Pencipta.
sumber : http://salamahazhar.wordpress.com/2010/01/08/pentingnya-membangun-karakter-anak-sejak-usia-dini/